Langsung ke konten utama

when i rummaged for a certification

Ujian Akhir Semester Agama dan Etika Islam 2020/2021

 Tulisan berikut ditujukan untuk mata kuliah KU2061-19 Agama dan Etika Islam Zahra Annisa Fitri (15419031).

[1]

a.     Kedudukan akhlak bagi manusia diletakkan Islam sebagai misi yang amat penting karena ruang lingkup Islam tidak bisa lepas dari tiga komponeen, yaitu akidah, syariat, dan akhlak. Selain itu, salah satu tujuan Rasulullah diutus ke bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia dengan adanya ajaran Islam dan menjadi suri tauladan dengan itu sebagaimana Q.S Al-Ahzab:21 yang berarti, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah,” dan H.R. Muslim di mana Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya saya ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Akhlak merupakan sikap dari setiap manusia yang dilakukan demi kesempurnaan akidah dan syariat atau ibadahnya. Di dalam al-Qur’an, terdapat ayat-ayat yang mengandung nilai akhlak, bahkan secara umum al-Qur’an sendiri merupakan akhlak. Misalnya, dalam Q.S. al-Baqarah:83 disebutkan, “Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,Cara efektif menumbuhkan akhlak di antaranya adalah dengan mengokohkan keimanan dan beribadah kepada Allah, menanamkan ketakwaan dan memperbanyak zikrullah, menanamkan keikhlasan dalam semua perbuatan, zuhud dan selalu mengingat akhirat, serta mencintai ilmu dan mempelajarinya;

b.     Makna akhlak kepada Allah, yaitu ridha terhadap hukum-Nya baik secara syar’i maupun secara takdir. Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Allah sebagai khaliq. Bentuk akhlak terhadap Allah di antaranya adalah menaati segala perintah-Nya, beribadah kepada-Nya, berzikir kepada-Nya, berdoa kepada-Nya, bertawakal, bertawadhu, serta ridha terhadap ketentuannya. Hal ini sesuai dengan Q.S. an-Nisa:59 yang berarti, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kamu,” Selain itu, seharusnya seorang manusia berakhlak kepada sesamanya menurut ajaran Islam dengan menahan diri untuk tidak mengganggu (menyakiti), suka memberi, dan bermuka manis. Contoh bentuk akhlak yang baik kepada sesama manusia adalah dengan berprasangka baik, saling menghargai atau ber-tasammu, serta saling menolong atau ber-ta’awun sebagaimana dalam Q.S. al-Ma’idah:2 yang artinya, “… dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan …

 


 

[2]

a.     Terdapat 5 hukum nikah. Hukum-hukum menikah secara rinci, yaitu:

1)    Wajib. Hukum menikah menjadi wajib bagi orang yang secara jasmaninya sudah layak untuk menikah, secara rohaninya sudah dewasa dan matang, serta memiliki biaya untuk menikah dan menghidupi keluarganya. Bila ia tidak menikah dikhawatirkan terjerumus pada perbuatan zina;

2)    Sunnah. Jumhur ulama sepakat bahwa hukum asal pernikahan adalah sunah dengan dalil Q.S. an-Nur:32 yang berarti, “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan, Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya, dan Allah Maha luas (pemberiannya), Maha Mengetahui,” serta berdasarkan H.R. Bukhari bahwa Rasulullah bersabda, “Wahai para pemuda, siapa dari kamu yang sudah mempunyai kemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena menikah itu lebih memelihara pandangan mata dan lebih mengendalikan hawa nafsu. siapa yang belum memiliki kemampuan, hendaklah ia berpuasa, karena puasa merupakan penjagaan baginya.” Nikah sunah bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk membangun rumah tangga, tetapi jika tidak melaksanakannya juga tidak dikhawatirkan akan berbuat zina;

3)    Mubah. Nikah mubah adalah pernikahan bagi mereka yang punya kemampuan dan kemauan untuk melakukannya, tetapi jika tidak melakukannya tidak dikhawatirkan akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri;

4)    Makruh. Nikah makruh adalah ketika seorang laki-laki yang mempunyai kemauan untuk melakukannya juga mempunyai kemampuan untuk menahan diri dari perbuatan zina sehingga tidak memungkinkan tergelincir untuk berbuat zina jika sekiranya tidak nikah. Namun, orang ini tidak mempunyai keinginan untuk dapat memenuhi kewajiban sebagai suami istri yang baik; dan

5)    Haram. Nikah haram bagi mereka yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan untuk membangun rumah tangga dan melaksanakan kewajiban-kewajiban selama berumah tangga, sehingga apabila dia menikah akan menelantarkan istrinya dan istrinya atau bahkan hanya menyakiti istrinya.

Untuk pelajar yang masih bergantung kepada orang tua dan (rata-rata) belum memiliki penghasilan sendiri, hukumnya menikah adalah makruh atau haram karena belum dapat memenuhi kewajiban sebagai suami, yaitu memberikan nafkah, dan dikhawatirkan hal ini berdampak pada keretakan rumah tangga karena memang belum siap. Tidak bisa dinyatakan mubah, sunnah, apalagi wajib karena pelajar belum memiliki penghasilan sendiri sehingga belum mampu memberikan nafkah. Namun, jika pelajar tersebut telah bertekad dan berusaha untuk memiliki penghasilan sendiri—hanya saja masih belum mampu dan pemberian orang tua berupa bantuan—bisa saja menjadi mubah, sunnah, atau wajib, tergantung pelajar tersebut apakah bisa menahan diri dari zina serta apakah telah siap secara pengetahuan dan psikologis dalam membina rumah tangga dan memenuhi kewajiban sebagai suami;


 

b.     Tiga jenis pernikahan yang dilarang dalam syariat Islam adalah sebagai berikut:

1)    Nikah mut’ah. Nikah mut’ah ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu. Awalnya, nikah jenis ini diperbolehkan, tetapi kemudian dilarang oleh Rasulullah sesuai H.R. Muslim bahwa dari Salah bin Al Akwa ia berkata, “Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan mut’ah pada hari peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian sesudah itu ia dilarang.”;

2)    Nikah syighar, yaitu ketika seorang perempuan yang dinikahkan walinya dengan laki-laki lain tanpa mahar dengan perjanjian bahwa laki-laki itu akan menikahkan wali perempuan tersebut dengan wanita yang berada di bawah perwaliannya. Pelarangan ini sesuai dengan hadis, “Tidak ada nikah syighar dalam Islam.” (H.R. Muslim); dan

3)    Nikah tahlil, yaitu ketika seorang suami menthalaq istrinya yang sudah dia jima' agar bisa dinikahi lagi oleh suami pertamanya yang pernah menjatuhkan thalaq tiga (thalaq bain) kepadanya. Nikah tahlil merupakan bentuk kerja sama negatif antara suami pertama dan kedua. Nikah tahlil ini masuk dalam kategori nikah dalam waktu tertentu yang terlarang sebagaimana nikah mut’ah. Tentang pengharaman nikah tahlil, Rasulullah Saw telah menegaskan dalam banyak sabda beliau, di antaranya hadis yang diriwayatkan sahabat Ibnu Mas’ud r.a., ia berkata: "Rasulullah telah mengutuki orang laki-laki yang menghalalkan dan yang dihalalkan." (HR. at-Tirmizi dan Nasa’i).

 

[3]

a.     Terdapat beberapa pendapat terkait konsep negara yang dicita-citakan Islam, khususnya terkait negara demokrasi. Ada yang menolak seluruh proses demokrasi, ada yang menolak proses demokrasi tetapi menerima hasil demokrasi, dan ada yang menerima seluruh demokrasi. Pada akhirnya, Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang bagaimana konsep dan bentuk negara yang dikehendaki, tetapi setidaknya terdapat prinsip dasar dari negara yang dicta-citakan Islam, yaitu keadilan sebagaimana terdapat dalam Q.S. al-Maidah:8 yang berarti, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”; musyawarah sebagaimana terdapat dalam Q.S. asy-Syura’: 38 yang berarti, “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka,”; menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagaimana terdapat dalam Q.S. Ali Imran:110 yang berarti, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik,”; perdamaian dan persaudaraan sebagaimana terdapat dalam Q.S. Al-Hujarat:10 yang berarti, “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat,"; keamanan sebagaimana terdapat dalam Q.S. al-Baqarah:126 yang berati, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali,”; dan persamaan sebagaimana terdapat dalam Q.S. an-Nahl:97 yang berarti, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan,” serta Q.S. al-Mu’min:40 yang berarti, “Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka Dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab.Terdapat setidaknya enam irisan demokrasi dengan syariat Islam, yaitu (1) pemilihan pemimpin dengan pemilu oleh masyarakat; (2) penolakan seluruh bentuk pemerintahan otoriter, tirani, atau rasis, dan teokrasi (Islam bukanlah agama kependetaan, dan tidak ada pula pendeta-pendeta agama, karena yang ada hanyalah para ulama dan ahli fiqih); (3) pembolehan multipartai karena dalam Islam, keberagaman partai diakui; (4) pengakuan kepemilikan pribadi sesuai syura; (5) pemberian kebebasan publik; dan (6) pemilihan wakil-wakil rakyat untuk merepresentasikan aspirasi mereka;

b.     Secara normatif, sepatutnya kita berakhlak kepada pemimpin dengan mendengarkan dan taat kepada pemimpin, menghormati dan memuliakannya, mendoakannya, membantunya, serta menasihati dan meluruskan pemimpin dengan rahasia. Cara menyampaikan kritik kepadanya jika kebijakannya dinilai tidak adil dan merugikan rakyat, yaitu sebagaimana H.R. Ahmad dan H.R. ath-Thabrani bahwasanya Rasulullah bersabda tentang cara menasihati pemimpin, yaitu barangsiapa yang ingin menasejati pemimpin maka janganlah ia memulai dengan terang-terangan, namun hendaknya ia ambil tangannya, kemudian bicara empat mata. Jika diterima maka itulah (yang diharapkan), jika tidak maka ia telah melaksanakan kewajibannya. Nasihat kepada pemimpin juga hendaknya tidak diceritakan kepada khalayak karena itu adalah ciri-ciri riya dan lemahnya iman, menurut A-Riyadhun Nadhirah.

 

[4]

a.     Penguasaan IPTEKS sangat penting dalam membangun suatu peradaban yang unggul karena ilmu akan memperluas wawasan dan sudut pandang sehingga tantangan-tantangan dalam peradaban dapat diatasi dan diberi solusi sehingga peradaban yang lebih unggul dapat lahir. Itulah mengapa ilmu sangat dihargai dalam Islam, bahkan posisi orang berilmu lebih tinggi beberapa derajat sebagai Q.S. al-Mujadalah:11 yang berarti, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” Selain itu, kata ilmu juga terulang hingga 854 kali dalam al-Qur’an. Menuntut ilmu juga merupakan kewajiban sebagaimana hadis riwayat Ibnu Majah bahwa Rasulullah bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim.” IPTEKS termasuk bagian dari ilmu. Oleh karena itu, mempelajari IPTEKS bisa bernilai ibadah sebagaimana mempelajari ilmu-ilmu keislaman murni karena ilmu-ilmu tersebut dapat langsung diterapkan untuk membangun lingkungan, bahkan negara yang lebih baik. Misalnya, ilmu kedokteran dimanfaatkan untuk menyembuhkan masyarakat yang sakit, ilmu perencanaan wilayah dan kota dimanfaatkan untuk merancang kebijakan yang tepat bagi kelangsungan kota yang baik yang melestarikan alam, dan sebagainya. Namun, perlu diingat bahwa para pelajar harus memahami pula ilmu keislaman murni karena pada dasarnya, semua ilmu yang tidak di dasari pemahaman agama akan sia-sia dan berpotensi untuk disalahgunakan. Kemudian, ilmu IPTEKS bersifat fardhu kifayah, artinya menjadi wajib jika belum ada yang mempelajari sama sekali dan gugur jika sudah terpenuhi oleh muslim yang lain. Akan tetapi, adakalanya ilmu IPTEKS tidak bisa hanya dipelajari oleh sedikit orang sehingga mempelajari IPTEKS tetap relevan untuk dijadikan ibadah;

b.     Secara general, cara membangkitkan kembali peradaban Islam, termasuk dalam konteks Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia adalah memperkuat keimanan melalui pendidikan Islam terlebih dahulu, kemudian meningkatkan pendidikan di bidang lain seperti IPTEKS beserta implementasinya karena teori saja tidak cukup.

 

[5]

a.     Terdapat ragam pendapat ulama mengenai apakah bunga bank itu termasuk riba atau bukan. Sebagian ulama menyatakan bahwa bunga bank termasuk riba sehingga hukumnya haram. Pendapat ini juga merupakan pendapat forum ulama Islam yang meliputi Majelis Ulama Indonesia yang menganggap praktik bunga bank sama dengan riba karena sama-sama bermakna tambahan atau berlebihan. Dalil yang mengharamkan riba (dan bunga bank) adalah Q.S. al-Baqarah:275 yang berarti, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba,” sementara hadisnya diriwayatkan oleh Muslim yang menyatakan Rasulullah SAW melaknat pemakan riba yang memberi, yang mencatat dan dua saksinya. Beliau bersabda: mereka semua sama. Namun, terdapat perbedaan antara riba dan bunga bank, riba sistemnya menggandakan untuk pribadi alias rentenir, sedangkan bunga bank sistemnya untuk membantu masyarakat dengan kuntungan dibagi hasil kepada nasabah dan legal menurut hukum. Hal ini yang menyebabkan sebagian ulama kontemporer lainnya bunga bank hukumnya boleh. Hal ini didasarkan pada Q.S. an-Nisa:29 yang berarti, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” Pada ayat di atas, Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil, seperti mencuri, menggasab, dan dengan cara riba. Sebaliknya, Allah menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan perniagaan yang berjalan dengan saling ridha. Karenanya, keridhaan kedua belah pihak yang bertransaksi untuk menentukan besaran keuntungan di awal, sebagaimana yang terjadi di bank, dibenarkan dalam Islam. Ada pun sebagian lainnya mengatakan pendapat di tengah-tengah, yaitu hukum bunga bank adalah syubhat;

b.     Pola pinjam meminjam yang sesuai dengan syariat Islam adalah tidak mendatangkan keuntungan bagi peminjam atau riba. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Qudamah bahwa Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, "Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka mengambil tambahan tersebut adalah riba. Namun, jika meminjamkan begitu saja tanpa ada syarat di awal (syarat penambahan, pen.), lalu dilunasi dengan yang lebih baik, yakni dilunasi dengan jumlah berlebih atau dengan sifat yang lebih baik, maka itu boleh, dengan ridha keduanya." Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “Ingatlah sebaik-baik orang adalah yang baik dalam melunasi utangnya.”

c.     Ya, pola kemitraan mudharabah dan musyarakah relevan dengan kebutuhan perniagaan umat dewasa ini karena tidak dapat dipungkiri dibutuhkan kerja sama dalam sebuah usaha perniagaan. Adakalanya satu pihak memiliki kemampuan tertentu, misalnya tenaga, tetapi tidak memiliki kemampuan lain, misalnya modal, demikian pula sebaliknya. Umat dapat saling melengkapi dengan adanya pola kemitraan seperti mudharabah dan musyarakah. Implementasi dari kedua pola tersebut adalah sebagai berikut:

1)    Mudharabah hukumnya boleh didasarkan pada sejumlah dalil, seperti Q.S. al-Muzzammil:20 yang berarti, “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah,”; Q.S. al-Ma’idah:1 yang berarti, “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…”; dan Q.S. al-Baqarah:283 yang berarti, “Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.” Ada pun berdasarkan hadis, mudharabah didasarkan pada H.R. al-Baihaqi yang menyatakan Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul Muthallib (paman Nabi) jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib (pengelola)nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib/pengelola) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya. Contoh implementasi dari mudharabah adalah investasi dengan modal 100% dari shahibul maal. Contoh penerapannya, pemilik modal atau shahibul maal membuat akad mudharabah dengan mudharib antara modal usaha Rp50.000.000,00 dan kesepakatan nisbah bagi hasil di antara keduanya sebesar 50:50 dalam jangka waktu 6 bulan. Kemudian, mudharib antara membuat perjanjian dengan mudharib akhir yang akan mengelola usaha kue, misalnya, dengan bagi hasil 40:60 dan jangka waktu 6 bulan. Pada akhir masa akad mudharabah atau setelah 6 bulan, jika keuntungan mudharib akhir adalah Rp30.000.000,00, maka bagian keuntungan mudharib antara adalah 40% dari itu, yaitu Rp12.000.00,00. Karena terdapat perjanjian awal dengan pemilik modal, dalam Rp12.000.000,00 terdapat Rp6.000.000,00 milik pemilik modal;

2)    Implementasi musyarakah berlandaskan dalil dalam Q.S. Shaad:24 yang berarti, “Dan, sesungguhnya kabanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh,” dan H.R. Abu Daud No.2936 yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang artinya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfiman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya,” Contoh implementasi musyarakah adalah transaksi KPR bank syariah. Akadnya merupakan contoh akad musyarakah menurun karena porsi nisbahnya tidak tetap selama masa kontrak kerja sama. Contoh lainnya adalah usaha restoran dengan modal Rp100.000.000,00 dari pemilik restoran, kemudian dia memperbesar usahanya dengan dana tambahan dari pihak lain sebesar Rp100.000.000,00 sehingga terdapat dua sumber modal di situ, tetapi karena hanya dikelola oleh pemilih restoran, nisbah bagi hasilnya adalah 75% untuk pengelola dan 25% untuk pemberi dana tambahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[INFO] Baca Detective Conan Online Berbahasa Indonesia di mana ya?

Holaa~ Miichan balik lagi~ Kali ini, Miichan mau kasih info tentang dimana kita bisa baca komik Detective Conan Indonesia online. Mungkin sudah banyak yang tahu dan ini udah umum banget. Tapi nggak ada salahnya Miichan post. Berikut adalah 3 situs yang Miichan rekomendasikan. Pertama, di  mangacanblog.com . Di sini bukan cuma Detective Conan. Masih banyak lagi manga yang ada di sini yang dapat kita baca online. Ini adalah situs manga online yang pertama kali Miichan tahu dan pertama kali Miichan buka. Ke dua , di  komikid.com . Di sini juga cuma bukan Detective Conan, tetapi bercampur dengan yang lain. Di ke dua situs ini cukup lengkap dan chapter nya selalu diperbarui jika sudah terbit ^^ Bagi penggemar manga  yang tidak hanya suka sama Conan, mungkin lebih cocok sama dua situs di atas karena bercampur dengan manga  yang lain, juga chapter nya selalu diperbarui. Tapi bagi yang suka manga Detective Conan saja seperti Miichan, Miichan lebih suka ke  conanianscanlation.blogspot.

All About SHINICHI KUDO - Tokoh-Tokoh di Detective Conan

Ohayou   minna!!   Ketemu lagi dengan Miichan :3 Akhir-akhir ini Miichan semangat ngeblog  niih, hehe.. Di post " Belajar Bahasa Jepang bersama Miyoko ", Miichan kan pernah nyantumin bahwa Miichan suka Detective Conan, hehe.. Nah, Miichan berniat mau bikin post  demi post  tentang DC dengan lengkap :D Tokorode , di post  ini Miichan mau bahas tentang SHINICHI KUDO . ~ SHINICHI KUDO Nama Jepang : 工藤 新一  Kudō Shin'ichi Nama Inggris : Jimmy Kudo Umur : 16 - 17 tahun Tinggi / Berat : 174 cm / Tidak diketahui Tanggal lahir : 4 Mei Orangtua : Kudo Yusaku & Kudo Yukiko Profesi : Siswa SMU Teitan // Detektif Muncul pertama kali di file  1 dan episode 1 Menjadi keyhole  volume 1 dan 62 Shinichi adalah tokoh protagonis utama di Detective Conan tetapi dalam wujud Conan (meski sekali-kali muncul sebagai wujud asli). Shinichi adalah anak kelas 2 SMU Teitan. Ia terkenal karena sering membantu kepolisian Tokyo. Ia lahir dari pasangan Yusaku Kudo, seorang penulis

RSP - Sakura ~Anata ni Deaete Yokatta~ (Lirik + Terjemahan)

SAKURA ~ANATA NI DEAETE YOKATTA~ Sakura ~Syukurlah Aku Bertemu Denganmu~